Rabu, 29 April 2009

HATI YANG TAWAKAL

Memahami hidup yang serba sulit ini, seseorang pada hakikatnya sedang
mendalami keindahan-keindahan hidup yang ditakdirkan oleh Allah. Tak
satupun manusia di dunia ini mengalami kesenangan atau kesusahan terus
menerus tanpa batas. Apa artinya menikmati kebahagiaan tanpa pernah
tahu apa itu kesusahan. Keduanya digilirkan kepada semua manusia baik
yang miskin maupun yang kaya. Di dalam hatilah letaknya kebahagiaan,
kuncinya adalah menerima setiap keadaan dengan lapang dada dan ikhlas.
Jika kita tidak membiasakan sifat menerima segala keadaan dengan
ikhlas di hati kita, maka hati kita akan dipenuhi dengan
penyakit-penyakit hati yang membahayakan seperti pemarah, iri hati,
dendam, pengadu domba dan sebagainya.
Karenanya biasakanlah diri ini untuk selalu bertawakal kepada Allah
dengan selalu bekerja dan beribadah kepadaNya. Maka celakalah
seseorang yang mau beribadah kepada Allah dengan mempersyaratkan
terpenuhinya hajat-hajat hidup di dunia. Tanpa kita mintapun seluruh
hajat hidup kita telah dipenuhi oleh Allah, tinggal bagaimana kita
mengelola dan mensyukurinya.

Selasa, 28 April 2009

Ada apa dengan pengamen

Bila dalam perjalanan dari Pekalongan menuju Jakarta atau sebaliknya,
harap waspadai keberadaan para pengamen yang berada di kota
Cirebon-Gebang-Indramayu, terutama pada saat jalanan sedang macet
karena adanya pelebaran jalan atau karena sebab lainnya. Kebanyakan
mereka berkelompok empat atau lima orang dengan memamerkan
tampang-tampang seram dan menyanyikan lagu-lagu pengamen jalanan yang
tidak punya nilai estetika sama sekali. Ungkapan mereka dari pada
mencuri atau merampok, dari pada nganggur tak punya pekerjaan karena
ijasah selembar tak berguna apa-apa adalah ungkapan bohong dan palsu
belaka. Merekalah manusia-manusia yang tidak mau dimanusiakan, menebar
ketakutan dan kebrutalan berbalut premanisme dan keputusasaan. Wajah
mereka tanpa cahaya, kecuali gelap dan kosong belaka. Masa depan
mereka suram diiringi doa sumpah serapah dan laknat dari para
penumpang bis kota jurusan Pekalongan Jakarta.
Hak setiap orang untuk mengais rejeki dan hak setia orang untuk
melakukan perjalanan dengan aman dan nyama.

MERENGKUH GUNUNG

Betapa besar cita-cita manusia, sebesar gunung yang tinggi menjulang.
Bila diri ini mampu tentu akan digenggam tujuh lapis bumi dan tujuh
lapis langit, hayalannya luas membentang menembus cakrawala, melintasi
galaksi maha perkasa, menembus langit gaib, misteri dan maha gaib.
Itulah manusia, tidak lebih kecil dari orang hutan dan tidak lebih
besar dari kerbau yang dungu, tapi dengan otaknya mampu terbang
meninggalkan burung-burung, dan menyelami dasar samudra yang tidak
pernah dijamah oleh ikan paus sekalipun. Tapi kesombongannya mampu
meruntuhkan gunung tembaga pura dan memuntahkam lumpur panas dari
dasar perut bumi.
Dengan sekali klik, kota New York pun dapat diluluhkan menjadi bubur
api dengan sebutir biji nuklir, dan dengan sekali klik, fitnah dan
virus kehidupan tersebar bagai air bah di dunia maya, menyerang
jantung kehidupan, membunuh hati nurani.
Inilah kehidupan, manusia dengan segala kemampuannya boleh berbuat dan
menjadi apa saja, menjadi baik atau buruk, beradab atau jahiliah,
sejauh manusia mampu rengkuhlah gunung, gapailah langit, galilah perut
bumi, petiklah matahari untuk bekal menuju kematian nanti.

--
Created By CentralSitus

INTAN

Memahami hidup, tergantung siapa yang menilai.
Hidup seperti intan berlian, indah dan mahal harganya, juga sulit dan
keras bila dipoles atau diasah.
Dan bila kita memandang hidup, seperti memandang intan, terkena cahaya
akan gemerlap berkilauan, tapi bila si buta yang memandang akan tampak
tidak ada apa-apa, hanya gelap selamanya.
Manusia jangan buta hatinya, memandang hidup tidak dengan penghayatan
dan perasaan. Jadikan hidup ini indah dan berharga agar kita menikmati
keberkahannya.
Dan jadikan Tuhan sebagai sandaran, karena sorganya kehidupan Dia yang punya.

--
Created By CentralSitus

PERJALANAN

Hari ini melakukan perjalanan dari kota Pemalang menuju kota Bekasi.
Perjalanan melintasi jalan pantura yang dulu dikenal dengan nama jalan
Daendles adalah kembali melakukan perjalanan panjang mencari rejeki di
negeri orang. Bukan karena di kampung halaman sulit mencari pekerjaan,
tapi manusia hidup punya arah dan tujuan yang harus diwujudkan demi
masa depan yang cerah. Manusia hanya berusaha dengan segala
kemampuannya yang ada, tapi Tuhanlah yang menentukan hasilnya. Itulah
di antara hikmah perjuangan melintasi perjalanan waktu menjawab
tantangan hidup.
Sepanjang Jalan Pantura, dari Pemalang hingga Brebes, telah mengalami
perubahan baik lebarnya maupun pemberian median jalan untuk membentuk
lajur lalu lintas kendaraan satu arah. Semoga perjalanan di jalan
bermedian ini bertambah lancar dan tertib serta dapat menekan angka
kecelakaan lalu lintas.

--
Created By CentralSitus

PECUNDANG

Di kegelapan menelusuri jalan bebatuan
rembulan temaram tak lagi purnama
srigala hutan melolong panjang
ini ketakutan kian mencekam
ini kegelapan untuk siapa
jiwa merintih berkali-kali menjadi pecundang.


Di sini saja
di gua ini menjadi pertapa tua
mengasah talenta bertabur kembang kemenyan
ini mimpi mencari makna
mencari kasih sayang hilang terbuang.


Kepada anaku seorang
doa asa mengiring fajar
jangan putus asa buah hatiku
ini hidup menggali hikmah
bukan menggali kematian tanpa makna !


Pemalang
29 April 2009

PECUNDANG

Di kegelapan menelusuri jalan bebatuan
rembulan temaram tak lagi purnama
srigala hutan melolong panjang
ini ketakutan kian mencekam
ini kegelapan untuk siapa
jiwa merintih berkali-kali menjadi pecundang.


Di sini saja
di gua ini menjadi pertapa tua
mengasah talenta bertabur kembang kemenyan
ini mimpi mencari makna
mencari kasih sayang hilang terbuang.


Kepada anaku seorang
doa asa mengiring fajar
jangan putus asa buah hatiku
ini hidup menggali hikmah
bukan menggali kematian tanpa makna !


Pemalang
29 April 2009

Senin, 27 April 2009

ALPA

Seutas benang engkau ulurkan
dan engkau sulam menjadi sehelai kain yang terhampar
pada hamparan itu engkau lukiskan jiwa kita
dengan warna-warna yang indah.

Ketika itu aku memberontak
kekasihku
aku alpa
kau adalah punya bahasamu sendiri
dan kau adalah punya duniamu sendiri
yang tak dapat aku mengerti
karena tak pernah kau mengajari aku
mengeja arti guratan-guratan itu
agar aku dapat memahami apa itu cinta
dan apa itu kasih sayang.

Seutas benang tak lagi engkau ulurkan
tak ada lagi warna-warna yang kau lukiskan
kain itu telag membaluti lukaku
penuh bercak noda darahku
darah perjuanganku
darah peperangan melawan musuh-musuh bangsaku
dan ketika itu engkau ucapkan,
....inilah selembar cintaku
yang menghampar bersama kain suciku
sesuci cintaku padamu
pahlawanku....

Jakarta
21 Juli 1992

ISTANAKU

Istanaku
tempat aku berbaring dan berteduh
berdiri kokoh di puncak gunung
pilar yang kokoh seakan menyangga langit
singgasana emas
lantai perak
dinding bertabur permata
istanaku
bagai rumah dalam impian.

Istanaku
siapapun tahu
di dalamnya bersemayam Raja dan Ratu
akulah Sang Pangeran
putra mahkota pewaris tahta kerajaan penuh kemewahan.

Istanaku
tempat para abdi mengabdi
tempat para pejabat menghitung pajak
tempat para permaisuri memajang kembang
tempat rakyat kecil menyampaikan keluh kesah.

Istanaku
tapi kali ini dikudeta
tak ada raja
tak ada abdi
tak ada pajak
tak ada kembang
istanaku terbakar
istanaku hancur berantakan
putra mahkota mati
permaisuri binasa
kerajaanku luluh lantak
diterjang perang bratayudha

Puing istanaku
negeri jiwaku
sukma laraku
meratap menangis merintih
betapa galaunya kehidupan
ketika nafasnya terbagi-bagi
antara pengabdian dan pendurhakaan
ini jiwa merintih perih
ketika anak negeri telah mewarisi kekayaan
bukan kekayaan intan berlian, bukan
tapi kekayaan kebodohan
kekayaan kemiskinan
kekayaan kesalahan
kekayaan hitamnya sejarah.

Istanaku
ku bangun kembali puingnya menjadi kuil
tempat jiwa-jiwa mati dilahirkan kembali
tempat wajah-wajah pucat pasi bercermin
menggali kehidupan
dan menggali kematian
dengan kebenaran yang hakiki.

Pemalang
27 April 2009

Minggu, 26 April 2009

HIDUP

Hidup ini berjalan seperti air yang mengalir dari telaga
perjalanannya membawa kita ke tempat yang jauh
pada sebuah bibir samudra
di sana kita bertemu dengan lautan yang maha luas.


Kehidupan itu menapaki kerikil bebatuan
menelusuri belantara yang gelap
menerjang badai dan gelombang
merambah padang ilalang yang gersang
dan kita bersatu dalam suka dukanya
antara menerima anugrah dan menikmati musibah.


Nyawa ini mengirup segar udaranya
kemudian lisan mengucap syukur Alhamdulillah
betapa nikmat hidup diciptakan
betapa sayang hidup dibuang-buang.


Dalam sujud menghitung karuniaNYA
dalam dzikir menghikmati keagunganNYA
dalam keluh mengharap ampunanNYA .


Pemalang
27 April 2009

--
MUHAMMAD FIRDAUS SYARIFUDDIN

PERJUANGAN

Bila Engkau ingin tahu bahwa hidup ini akan memberikan makna kepadamu,
maka hikmatilah bahwa hidup ini adalah perjuangan, perjuangan di dalam
sunyi, juga perjuangan di alam yang membara. Nafsu dan keinginanmu
adalah api yang menyala-nyala, dengannya Engkau hidup, dan dengannya
pula Engkau ditimpa kehancuran bila Engkau tidak mampu
mengendalikannya.


Ingatlah bahwa perjuangan paling berat adalah perjuangan melawan hawa
nafsu dan perjuangan memelihara imanmu. Dan orang yang paling perkasa
di antara kamu adalah orang-orang yang dapat mengalahkan hawa
nafsunya.


Untuk dapat mengalahkan hawa nafsu, lihatlah dirimu sendiri, bahwa
Engkau hidup tak sendiri, Engkau punya Tuhan Yang Maha Kuasa,
berbaktilah kepadaNya dengan sepenuh jiwa raga. Hidup di dunia ini
adalah fana, laksana di tengah padang yang menghampar Engkau menanam,
carilah bekal perjalanan menuju alam yang abadi, dan bekal yang harus
Engkau miliki adalah menjalankan amanat Tuhan dengan hati yang ikhlas
tanpa mengharap puji-pujian. Janganlah karena kenikmatan dunia semata
membuatmu menjadi lupa diri. Meskipun hidup di dunia hanya sebentar,
dari sinilah kita mempersiapkan kehidupan akhirat yang abadi.


Jakarta
11 Juli 1992

Sabtu, 25 April 2009

SUNYI

Rembulan adalah penjelmaan sunyiku
yang terlukis menjadi kata-kata


Matahari adalah gelora jiwaku
yang mengalir bersama desah nafas kecewaku


Bintang-bintang adalah harapanku
yang aku kepal menjadi bara api
aku terkapar
menggelepar
tak setitik embun membekukan jiwaku.


Aku akan tertawa
menghikmati segala sunyiku
tak hendak agar engkau tahu
perjuanganku itu percuma
untuk mencapai cinta kasihmu
dan rembulan adalah penjelmaan sunyiku
di saat engkau tiada lagi bersamaku.


Jakarta
11 Juli 1992

KAPAN AKU MERDEKA ?

Jiwa ragaku lelah
melangkah tak berdaya
berfikir tiada gairah
kepalaku pening
mataku berkunang-kunang
sekujur badan di landa demam
sedang hatiku menggigil kedinginan
engkau bilang, kasihan....


Aku mencari jawab, kapan aku merdeka
belenggu merangkul tanganku
beban pundak bertumpuk di pundakku
ketika hendak mencapai engkau
engkau kukuh berbenteng
ketika aku hendak naik ke puncak menara
engkau bilang, mungkinkah....


Aku pasrah
agar batin ini tenang
meski duka menyelimuti badan
tapi keresahan itu datang
bagai derasnya gelombang di lautan
menghempas jiwa ragaku
hingga aku kalah dan sia-sia
engkau bilang, biarlah.


Duh Gusti
kapan aku merdeka ?


Kosambi
karawang
29 Juni 1992

PERTEMUAN

Di sini aku hadir
sebagai insan berjiwa kembara
mestinya tak ada duka dan keresahan
walau hati begitu kering kerontang
mestinya pula tak ada keluh kesah
walau jasad ini dilanda lapar dan dahaga.


Sesungguhnya semangatku masih membara
karena darahku masih berwarna merah
dan cita-citaku masih tegar menjulang
karena tanganku masih kuat dan perkasa.


Di sini aku hadir
untuk mencampak kelelahan
agar biru rinduku terlampiaskan sudah
merengkuh sejuknya kasih sebening telaga.


Kasih
aku tak bermaksud menutupi kekecewaanku
sungguh
di sini aku hadir
di sini pula ada pertemuan
yang menjadi kenangan indah.


Kosambi-Karawang
26 Juni 1992

Untuk Dear Nani

TUHANKU

Hidupku adalah perjalanan
laksana menuju sebuah cakrawala
mestinya jiwaku melangkah
hingga jauh menembus langiu
dan warna hatiku
adalah sebuah kerinduan yang dalam
dan mestinya aku bertekad hati
selain Engkau
adalah cintaku tak mungkin.

Dengarkanlah kerinduan-kerinduan ini
yang menjadi desah kecewa dan tangis setiap hari
hati ini adalah bunga-bunga cinta
ada getarnya
ada geloranya
mestinya bukan suara lagu
tapi tasbih yang mengalun abadi
yang menelusuri darah, daging, dan relung sukma
alunnya biar abadi
tak lekang karena suka dan duka.

Aku berjalan mencapaiMU
inilah baktiku
tiada rasa jemu
inilah cintaku
sekedar yang aku tanam dan aku sirami
tiada mengelu keluh
inilah pujanku
sebatas kefasihan lisanku
tiada aku kelu
Tuhanku....


Jakarta
30 April 1992

Kamis, 23 April 2009

PIJAR

Di rengkuhanku memeluk gunung
ketika anak itik menyibak air
di ujung malu aku berlalu
mengaca diri tiada berpunya
di sepanjang jalan doa berkait
mengiring elang mengarung angkasa
di sepanjang jalan aku berfikir
telah benarkah kaki ini melangkah
di sepanjang jalan aku bertanya
telah putihkah hitamnya sejarah
di dada ini seakan meledak
kalut berdebu bara berpijar...


Begitu kelabukah perjalanan sejarah
tak berguna setumpuk ijasah
tak berguna secarik tanda tangan
tak berguna selembar uang
tak berguna satu-satunya nyawa.


Perjalanan ini
hendak kemana mencari asa berpijar
coreng moreng darah bertumpah
mengotori aspal yang bergelombang
duh !
Andai saja diri ini punya teman
tentu aku tak menjerit kesepian
andai saja diri ini punya daya
tentu kan ku pecahkan bukit-bukit karang.


Perjalanan ini
hendak ke mana mencari tambatan
kokok ayam jantan telah bersahutan
fajar telah bersinar
azan subuh telah berkumandang
nyanyian sunyi telah usai didendangkan
angin pagi telah bertiup perlahan
perjalanan ini
masih begitu kelabukah ?

Pemalang
26 September 2000

LAMA TAK BERBICARA

Membiarkanmu lama tak berbicara
padahal hati ini resah menunggu kata-kata
di mana ada suara terdiam
di mana nyanyian berkumandang
aku lelah menunggu engkau tiba.


Aku ini nyanyian kepiluan
meniti pematang hingga ujung petang
aku menghiburmu hingga kau dapat tertawa
tak peduli itulah sandiwara.


Mengapa harus ada kata cinta
kalau cinta yang suci tidak ada,
mengapa harus ku teteskan darah dan air mata
kalau sesungguhnya kita tak tahu hakikat perjuangan.


Aku mengais sesuap nasi demi buah hati tercinta
aku berkorban demi masa depan mereka
aku menangis, itulah cinta yang sesungguhnya.


Membiarkanmu lama tak berbicara
padahal hati ini gundah bilakah terbit kecerahan
tak peduli aku ini ada di mana
tak peduli kaki ini melangkah ke mana,


Tapi kau bicara dalam bahasa diam
kau pasrah bagai daun bergoyang
kau melambai meninggalkan kenangan
kau hendak menggapai masa depan.

Pemalang
29 Januari 2002

MENGAPA

Mengapa tak kau katakan tidak ketika aku berkata tidak
kepercayaan itu begitu teguh
tapi kepercayaan itu luntur seketika
ketika ku tahu kau menikamku dari belakang.


Mengapa perjuangan itu berbuah nestapa
ketika ku tahu kau menggunting dalam lipatan
ini darahku
ini tetes keringatku
ini doaku
air mataku
remua untukmu
demi keagunganmu.


Kini aku mengerti
aku bukan siapa-siapa
bukan darah dagingmu
bukan jiwa ragamu
kau sentuh aku sekedar upah keringatku
kau sapa aku sekedar pelipur laramu.


Kini ku mengerti
perjuangan tak selamanya begitu
tak selamanya kau menindas aku
tak selamanya memerah keringatku
ini air mata kan berbicara
demi darah dan dagingku
demi jiwa ragaku
walaupun kau tikam aku dari belakang
tapi selamanya keadilan akan menang.

Pemalang
29 Juli 2000

MENGHAYATI KEMULIAAN IBU DAN BAPAK

Tanggal 21 april selalu kita peringati sebagai Hari Kartini.
Sebagai sosok Pahlawan Nasional yang kita banggakan terutama oleh kaum
perempuan, kitapun selayaknya turut meneladani perjuangan beliau yang
memperjuangkan nasib perempuan Indonesia untuk memiliki harkat dan
martabat yang sejajar dengan kaum pria.
Perempuan, sebagai makhluk Tuhan yang pada kodratnya diberi tugas
untuk melahirkan, menyusui dan membina rumah tangga bersama sang
suami, tentu tidak manusiawi kalau hak-hak sosial budayanya dalam
kehidupan bermasyarakat dikebiri dalam tembok rumah yang tebal.
Pada zaman penjajahan belanda dahulu, adat istiadat jawa mengharuskan
seorang perempuan untuk selalu tinggal di rumah,melayani suami dan
mengurus anak-anak tanpa diberi kebebasan untuk meniti karir di luar
rumah sebagai pekerja di bidang pemerintahan, pendidikan maupun
lain-lainnya. Bahkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan pun tidak
mereka dapatkan. Perempuan adalah kasta nomor dua yang tidak
diutamakan di dalam segala bidang. Padahal dalam ajaran agama islam
perempuan mendapatkan derajat yang mulia dan sederajat dengan kaum
pria. Dalam islam, surga berada di bawah telapak kaki ibu, tiang agama
adalah sholat dan tiangnya negara adalah ibu. Islam juga menempatkan
kaum perempuan sebagai kaum yang dilindungi, bukan dikurung, perempuan
adalah mata hati keluarga, tempat anak-anak dan suami membagi kasih
sayang, bukan untuk dieksploitasi atau diperbudak.
Inilah yang dipikirkan dan diperjuangkan oleh R A Kartini, persamaan
harkat dan martabat, persamaan memperoleh kesempatan di berbagai
bidang sejajar dengan kaum pria dengan tanpa meninggalkan kodratnya
yang hakiki sebagai seorang ibu rumah tangga yang berbakti pada ruami
dan mendidik anak-anaknya. Karenanya ada pepatah surganya anak di
bawah telapak kaki ibu dan sorganya istri di bawah telapak kaki suami
dan sorganya suami di bawah telapak kaki ibunya juga.
Itulah jalinan kasih sayang dan tanggung jawab antara lelaki dan
perempuan dalam keluarga yang sejajar baik di dalam rumah maupun di
luar rumah.

Rabu, 22 April 2009

SURAT UNTUK JACK

Jumat,
sepuluh oktober
sembilan tujuh
hari itu aku menyebut seuntai namamu
hanya sepatah kata, Jack
Jack yang dulu pernah menjadi sahabatku.


Hari itu sungguh kelabu
ada mendung bergulung
tapi itu bukan pertanda akan turunnya hujan
kemarau ini sungguh memanggang hidupku
memaksaku merintih pada segenap jiwaku
tapi tak ku katakan, ya
untuk aku mengutuk keadaanku
tapi ini sungguh menyiksa
karena bukan hanya aku seorang menahan lapar dan dahaga
bukan hanya itu
di setiap sudut kota maut mengintip
debu-debu bertebaran menyebarkan aroma penyakit
pada manusia-manusia sesama bangsaku
yang terjebak pada permahnan adu domba
betapa lemahnya nasib manusia itu, Jack !
Lemah seperti seberkas kapas tertiup angin
nestapa seperti seekor ayam teriris belati
duhai, Jack !
Kau tahu bukan, berapa harganya sebuah kejujuran dan keadilan ?
Keadilan itu ada di mata Tuhan
apakah akan kau katakan Tuhan tak adil di tengah kegersangan ini ?


Jack,
mari kita berkaca diri
tak ada yang lebih mulia bukan di antara kita ?
Sesamanya harus saling mengasihi
saling mencintai
apa yang selama ini kita dambakan
tak lain hanyalah kedamaian
hanyalah kedamaian
itu saja.


Mungkin kau akan tahu
apa arti sebuah kehilangan yang sesungguhnya
bukan hilangnya hartamu, bukan
tapi hilangnya iman
padahal di dunia ini ada ujian
dan di akhirat nanti ada balasan.

Gunung Putri
Bogor 10 Oktober 1997

KALAU CINTA HANYA SEKEDAR NYANYIAN

Kalau cinta hanya sekedar nyanyian
tentu aku bisa melantunkannya kepada semua orang
tapi cinta itu bukan sekedar nyanyian
ketika cinta itu dapat dirasakan
adalah karena ia bersemayam di dalam dada
dan ketika ia dapat merasakan keindahannya
adalah karena cinta itu sebuah keindahan
bertutur budi adalah indah
berbelas kasih adalah indah
memuji adalah indah
dan sujud adalah indah
sujudmu adalah tanda cinta
dimana engkau merasakan indahnya ketidakberdayaan
jazadmu yang fana mengajarkan ketidaksombongan
jiwamu yang kekal mengajarkan ketaqwaan
duhai sukma yang mengembara
yang mencaci maki kesusahan dan penderitaan
duhai sukma yang selalu berkata tidak
jika hendak berkehendak
tidakkah ini sebuah pengingkaran kata hati
jika jiwa yang abadi ini merasa perkasa
dan kalau imanpun hanya sekedar nyanyian pula
tentu hati ini akan iri
melihat sepasang merpati yang terbang tinggi
membelah cakrawala
mengarungi angkasa
menelusuri lorong-lorong sukma
menikmati keindahan hakiki
sedangkan iman di dada ini sanggup pula mengarungi
duh !
Hati ini hendak kemana
seakan lupa dulunya dari mana
duh !
Jazad ini telah renta
sebentar lagi menikmati kematian
duh !
Lahirku betapa renta
akankah batin ini menikmati indahnya iman ?
Apakah batin ini merasa aman ?
Duh !
Malam yang gelap
semoga bukan pertanda hati yang gelap
karema tiada cahaya iman...

Pemalang 10 Agustus 2000

ALPA

Aku
secarik kertas
rindu dendam
menoreh warna
menyibak cakrawala
melukis cinta
dalam bait alpa.


Betapa kejamnya hati manusia
jiwa ini menjadi saksinya
haruskah hati lemah jadi korban
di antara semua orang yang mengaku pahlawan ?


Aku
hanyalah sebait alpa
yang bernyanyi tentang kematian
kematian pangkat
kematian derajat
kematian harta
kematian air mata...
Mencampak kematian hakiki
kematian iman...


Betapa berdayanya manusia ini
namun sombong di antara sesama
tapi betapa lemahnya manusia ini
selalu dilanda resah dan gelisah.


Duhai jiwaku yang bergelora
duhai amarahku yang membabi buta
duhai kecewaku yang berkepanjangan
inilah iman
kalau hendak engkau terjemahkan..!!


Aku
selalu kecewa dan menyesali diri
lukisan cinta hanya nyata di hamparan kertas
torehan warnanya hanya hanya tipu daya
kesetiaan hanyalah alpa
alpa...


Pemalang 29 Juli 2000

GUGUR BUNGA

Telah gugur bunga itu
tercampak dari ranting yang kering
tak ada lagi tebaran aroma wangi
bunga itu luruh ke bumi.


Bungaku
bunga rakyat bunga bangsa
dipuja kaum miskin
disanjung para bangsawan
bungaku mati meninggalkan luka
karena tikaman belati dari belakang
oleh kawan sendiri.


Bunga itu bunga bangsa
dipuja orang sedunia
tapi dihina kawan sendiri
dia mati membawa luka
luka kaum miskin dan sengsara.


Bungaku kini menjadi pahlawan
meski mati dia meninggalkan kenangan
kenangan orang-orang dengki yang gila kekuasaan
yang memimpikan kedudukan dan jabatan
betapa sakit bungaku menahan tikaman
ditanggung sendiri dirasakan sendiri.


Bungaku telah gugur ke bumi
mati ditikam kawan sendiri
kawan yang gila jabatan
kawan yang lupa daratan.


2 Februari 2001

Selamat Datang di Central Situs

Selamat datang di www.centralsitus.blogspot.com